By Eko NP Andi | Friday, April 24, 2009
Posted in: | 0 komentar

Jalan-jalan ke Trowulan, kenapa tidak?

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya tanggal 8 Februari 2009, akhirnya tercapai keinginan lama saya ke situs Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Perjalanan ini saya lakukan bersama seorang teman, yang begitu penasaran akan kontroversi pembangunan Pusat Informasi Majapahit. Menggunakan sepeda motor, perjalanan dari Malang-Trowulan memakan waktu kurang lebih 3 jam, dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam.

Seperti diketahui, Trowulan diyakini sebagai ibu kota Kerajaan Majapahit (1293-1521). Di kawasan tersebut, banyak sekali sisa-sisa bangunan yang menunjukkan kejayaan kerajaan Majapahit. Diantaranya adalah kolam segaran yang berukuran besar, yang menurut berbagai sumber berukuran kurang lebih 6,5 hektare. Kemudian ada juga bangunan candi, baik Hindu maupun Budha. Seperti Candi Brahu, Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, dan Candi Gentong. Di situs Trowulan juga ditemukan situs pemukiman penduduk, dan lantai segienam.


Kolam Segaran

Begitu masuk kompleks situs Trowulan, kami langsung disambut oleh pemandangan sebuah kolam berukuran raksasa. Kira-kira seluas dua lapangan sepakbola. Menurut cerita turun temurun dari masyarakat sekitar, di kolam ini dulu tempat perjamuan tamu dari luar negeri. Setelah perjamuan usai, piring dan peralatan makan yang digunakan (yang terbuat dari emas) di buang ke kolam. Hal ini untuk menunjukkan kepada para tamu bahwa Majapahit begitu kaya.

Versi lain menerangkan bahwa kolam segaran adalah tempat latihan militer dan waduk. Keterangan ini dibuktikan dengan adanya pintu air di sisi luar kolam dan luas kolam itu sendiri.


Pendopo Agung

Perjalanan kami lanjutkan ke lokasi yang diduga dulunya adalah tempat berdirinya Pendopo Agung. Bangunan yang ada saat ini adalah hasil dari rekonstruksi yang dilakukan oleh Kodam V Brawijaya.

Di tempat yang diduga Pendopo Agung tersebut kita bisa melihat relief-relief yang menggambarkan bagaimana kebesaran kerajaan Majapahit, disamping itu ada pula sebuah relief yang menggambarkan saat Mahapatih Gajah Mada menggucapkan Sumpah Palapa. Begini kurang lebih bunyi dari sumpah yang begitu termasyur itu:

Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".

Terjemahannya kurang lebih berbunyi:

Saya Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Saya Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".

Di depan pintu gerbang, terdapat patung raja pertama Majapahit, Raden Wijaya saat di wisuda menjadi raja. Di belakang pendopo, terdapat pemakaman tua. Kemungkinan pemakaman tersebut adalah makam para abdi kerajaan yang telah memeluk agama Islam


Pusat Informasi Majapahit (PIM)

Setelah berkeliling ke Pendopo Agung, ternyata ada satu lokasi yang tadi terlewatkan. Tempat itu adalah Pusat Informasi Majapahit (PIM), museum yang menyimpan peninggalan-peninggalan bersejarah peninggalan kerajaan Majapahit. Seperti arca, prasasti, relief, dan komponen candi.

Di sini diperlihatkan pula Surya Majapahit. Surya Majapahit merupakan salah satu ciri khas peninggalan kerajaan Majapahit dengan bentuk lingkaran sebagai perwujudan pancaran sinar matahari. Pada bagian dalamnya terdapat relief sembilan dewa penjaga mata angin yang disebut "Dewata Nawa Sanga", sebagai dewa utama yang berada di lingkaran utama. Terdiri Siwa (Pusat), Iswara (Timur), Mahadewa (Barat), Wisnu (Utara), Brahma (Selatan), Sambhu (Timur Laut), Rudra (Barat Daya), Mahesora (Tenggara), dan Sangkara (Barat Laut). Sedangkan dewa minor berada pada sinar yang memancar. Terdiri dari Indra (Timur), Agni (Tenggara), Yama (Selatan), Nrrti (Barat Daya), Baruna (Barat), Bayu (Barat Laut), Kuwera (Utara), dan Isana (Timur Laut).

Koleksi yang dimiliki PIM bisa dikatakan lengkap. Museum ini tidak hanya menyimpan koleksi peninggalan kerajaan Majapahit saja, tapi juga hasil kebudayaan masa lampau. Seperti logam, fosil, dan peralatan berburu.

Oh iya, di PIM juga terdapat situs rumah tinggal. Kami pun melihat lokasi pembangunan Majapahit Park yang sempat menjadi pro-kontra, hanya sayangnya kami tak bisa masuk kesana.


Candi Tikus

Perjalanan kami lanjutkan ke Candi Tikus. Candi ini secara administratif terletak di Desa Temon, Trowulan,

Mojokerto. Dinamakan Candi Tikus, karena dulunya saat candi ini di eskavasi banyak sekali tikus yang keluar dari bangunan tersebut. Dinding Candi Tikus dibuat berteras untuk menahan tanah sekitarnya. Pada dinding bagian bawah terdapat pancuran berjumlah 19 buah. Bangunan induk candi terdiri atas kaki, tubuh, dan atap. Di atas tubuh candi terdapat empat buah menara.

Bangunan Candi Tikus menggambarkan replika gunung mahameru. Gunung mahameru merupakan gunung suci yang dianggap sebagai pusat alam semesta yang mempunyai suatu landasan kosmogoni yaitu kepercayaan harus adanya suatu keserasian antara dunia dunia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos).

Di samping itu, sangat mungkin Candi Tikus merupakan sebuah petirtaan yang disucikan oleh pemeluk Hindu dan Budha. Mengingat bahwa air adalah salah satu unsur alam yang di keramatkan oleh pemeluk Hindu dan Budha.


Candi Bajang Ratu

Candi Bajang Ratu, dikenal juga dengan nama Gapura Bajang Ratu, candi/ gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Jayanegara. Bajang Ratu sendiri memiliki arti Raja yang masih kecil, bajang berarti kecil dalam bahasa jawa. Hal ini merujuk pada Jayanegara yang ketika dinobatkan menjadi raja saat masih remaja.

Sayangnya, karena usianya yang sudah tua candi ini harus ditopang oleh besi untuk menjaga agar bangunan ini tidak runtuh.


Situs Lantai Segi Enam

Situs Lantai segi enam adalah sebuah sisa dari situs rumah tinggal. Keunikan yang kami temukan di situs ini adalah telah digunakannya lantai bersegi enam, yang sering kita kenal dengan nama paving.

Menurut penuturan penjaga, Situs lantai segi enam pertama kali di ekskavasi sekitar akhir tahun 80-an. Penggalian di lakukan oleh tim Arkeologi dari UGM.


Candi Gentong

Bangunan candi yang kami datangi kali ini berbeda sekali dengan beberapa candi yang kami kunjungi sebelumnya. Tak ada bentuk yang menggambarkan bangunan sebuah candi. Ketika kami ke sana, langsung disuguhi dua komplek gundukan tanah yang tertutup atap. Setelah berbincang-bincang dengan mas Ghofur, penjaga Candi Gentong, pertanyaan-pertanyaan dibenak kami akhirnya mendapat jawaban.

Berdasarkan keterangan mas Ghofur, kami mengetahui bahwa candi ini belum selesai di ekskavasi dan untuk jangka waktu yang belum ditentukan ekskavasi dihentikan, karena minimnya data yang diperoleh. Candi ini tertutup atap untuk menghindari kerusakan fisik situs tersebut akibat gejala alam.

Dinamakan Candi Gentong karena dulunya di candi ini ditemukan gentong-gentong pada saat penggalian. Gentong-gentong tersebut ternyata adalah stupika. Hal ini menguatkan keyakinan bahwa Candi Gentong berciri Budha.


Candi Brahu

Candi ini terletak di Desa Bejijong, Trowulan. Bisa jadi Candi Brahu adalah candi Budha. Hal ini di bisa dilihat dari bentuknya yang gembung sebagaimana biasanya candi-candi berciri khas Budha. Di samping itu, puncak menara Candi Brahu diperkirakan adalah stupa karena terdapat sisa hiasan berbentuk lingkaran.

Candi ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu raja-raja Majapahit, dari Brawijaya I hingga Brawijaya III. Setelah dibakar abu sisa pembakaran di simpan dalam candi tersebut.

Karena hari sudah beranjak sore, akhirnya kami harus menyudahi perjalanan ini. Walaupun sebenarnya masih banyak lokasi yang belum sempat kami kunjungi. Lokasi-lokasi yang tertinggal tersebut seperti Candi Ronggo Lawe, Makam Troloyo, Sumur Upas, dan beberapa lokasi lain. Mungkin lain kali kunjungan kembali bisa di agendakan. Semoga...

Read more