By Eko NP Andi | Friday, February 20, 2009
Posted in: | 2 komentar

Ponari dan Bisnis Minuman

Sebenarnya boleh dibilang telat dan sudah basi kalau aku nulis ini. Karena fenomena ini sudah menjadi buah bibir sekian minggu yang lalu. Dan sudah banyak diulas oleh media-media tanah air.
Ponari, bocah cilik berusia sepuluh tahun ini beberapa minggu terakhir menjadi fenomena di masyarakat kita. Betapa tidak, berawal dari sambaran petir dan menemukan sebuah batu, si Ponari menahbiskan dirinya sebagai dukun dengan batu “ajaib” tersebut sebagai pusakanya. Karena si batu dipercaya mampu menyembuhkan penyakit apa saja.
Berbekal informasi dari mulut ke mulut, maka berbondong-bondonglah masyarakat menemui Mbah Dukun Ponari. Apalagi jika bukan untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dengan perantara air yang telah dicelup batu “ajaib” itu sebelumnya.
Seorang Bapak yang kebetulan sedang nongkrong di pos ronda dosenku pada suatu malam, mengatakan jika salah seorang tetangganya pernah berobat pada Ponari dan penyakitnya dengan ajaibnya sembuh. Yah, walaupun kebenarannya sepenuhnya masih tanda tanya besar bagiku.
Kebesaran nama Ponari ini mau tak mau membuat warga yang kurang mampu merasa mendapat angin segar. Ditambah lagi mahalnya biaya berobat ke dokter atau fasilitas kesehatan lainnya dari pemerintah maupun swasta menjadikan pamor Ponari semakin meluas. Berdesak-desakan menunggu giliran bertatap muka langsung dengan sang dukun pun dilakoni, asal penyakitnya bisa sembuh. Meskipun nyawa taruhannya.
Berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan berkah sang dukun. Bahkan ada yang (maaf) meminum air comberan dari rumah Ponari. Aku tak habis pikir sama orang-orang ini. Kenapa sampai sebegitunya? Apa sudah kehilangan nalar?
Kalau dipikir-pikir lagi, ternyata memang begitulah karakter bangsa kita. Ben Anderson pernah mengatakan dalam bukunya tentang karakteristik orang jawa yang suka akan hal-hal yang berbau klenik (Ada lima sebenarnya, kata temanku). Irrasional, lebih tepatnya. Yah, begitulah adanya.
Tapi dibalik itu semua, ternyata kebesaran nama Ponari memberi berkah tersendiri bagi beberapa orang. Diantaranya penjual dadakan, bahkan kisah Ponari pun dibukukan dijual dengan harga 5000 per-buku (mengikuti jejak Ryan kayaknya). Bahkan, kawan-kawan blogger yang tingkat kreativitasnya tinggi pun sudah mendesain produk minuman energi bernama Ponari Sweat. Yang mungkin jika diproduksi secara massal, tak usahlah mengantre, cukup membeli di toko-toko terdekat. Hehehe... Seperti ini nih contohnya...












sumbernya dari sini















sumbernya dari sini





















sumbernya dari sini

Sudah dulu yah, aku capek. Hehehe... Selamat menikmati Ponari Sweat!!!

Read more
By Eko NP Andi | Thursday, February 05, 2009
Posted in: | 5 komentar

Harus Bisa!!!

Judul Buku : Harus Bisa! Seni Memimpin Ala SBY
Sub Judul : Catatan Harian Dr. Dino Patti Djalal
Penulis : Dr. Dino Patti Djalal

Satu lagi buku bagus. Buku itu adalah Harus Bisa! Seni memimpin ala SBY (Sebuah catatan harian sang penulis). Buku yang ditulis oleh Dino Patti Djalal, salah satu staf presiden. Buku ini semacam catatan harian dari penulis, dimana di situ disajikan pengalaman-pengalaman penulis selama mendampingi presiden. Disamping itu, kita juga akan diajak untuk mengenal gaya kepemimpinan seorang SBY, yang selama ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas. Selama ini yang ada di kepala orang kebanyakan tentang SBY adalah salah satu sikapnya yang peragu. Nah, di buku ini semua yang tidak diketahui orang tentang sosok SBY dikupas habis.
***
Buku ini adalah referensi yang sangat berharga tentang leadership. Salah satu buku yang wajib dibaca untuk para pemimpin dan calon pemimpin, dan pemimpi tentu saja. Seperti kita ketahui, jarang sekali buku-buku tentang leadership yang digambarkan dengan gamblang, tentang bagaimana sebuah keputusan diciptakan, kebanyakan buku sejenis hanya berkutat pada teori semata. Didalam buku ini, sepak terjang SBY dalam menghadapi segala masalah, dan saat-saat pengambilan keputusan seorang presiden disajikan dari balik layar, yang tentunya tidak banyak diketahui oleh public.
Dino Patti Djalal, dengan posisinya yang memungkinkan beliau untuk mengenal sosok SBY dari dekat, menggambarkan dengan jeli pemahamannya tentang sosok SBY. Sebagai seorang penulis, sepemahaman saya, beliau berusaha untuk menuliskannya seobjektif mungkin. Hal itu seperti permintaan pribadi presiden, agar dirinya ditulis dari kacamata yang objektif.
Dalam benak saya, ketika pertama kali membaca, sudah su’udzon terlebih dahulu, ‘jangan-jangan cuma promosi?’, ‘jangan-jangan, jangan-jangan…’. Namun, setelah membuka-buka halaman demi halaman dan setelah mencoba memposisikan diri sebagai pembaca objektif, saya semakin tertarik untuk melanjutkan ke lembar berikutnya. Memang, untuk membaca buku ini kita harus memposisikan diri sebagai pembaca yang objektif. Tanpa prasangka apapun, untuk memahami apa yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh penulis.
***
Saya akui, buku ini sangat bagus dan layak untuk dijadikan salah satu koleksi. Hanya yang agak disayangkan, buku ini tidak dijual bebas. Hanya dicetak terbatas, untuk pegawai negeri. Itupun tidak semua pegawai negeri, mungkin hanya pegawai negeri setingkat eselon sekian yang beruntung bisa memilikinya.
Saya saja, bisa membaca buku ini setelah pinjam dari seorang teman yang kebetulan ayahnya bekerja sebagai staf di rektorat kampus tempat saya menimba ilmu. Dan, ini menurut perkataan teman saya itu, tidak semua staf yang mendapatkan buku ini. Jadi, dalam pemikiran singkat saya buku ini memang langka. Akibat dari langkanya buku ini, saya jadi tak bisa melampiaskan kebiasaan saya terhadap buku.
Harusnya, buku sebagus ini dijual secara bebas. Terlalu berharga jika buku ini hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Sementara negeri ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Jadi, untuk mencetak calon-calon leader diperlukan banyak referensi tentang leadership, terutama pemimpin dari negeri sendiri.

Read more
By Eko NP Andi | Monday, February 02, 2009
Posted in: | 6 komentar

Rectoverso

Judul : Rectoverso
Penulis : Dee
Jumlah Hal : 148 halaman (hard cover)
Penerbit : Good Faith Production
Harga : Rp. 75. 000, 00.
Cetakan I : September 2008
Cetakan II : Oktober 2008


Sebenarnya sudah lama pengen nge-review buku ini. Tapi barusan sekarang bisa terwujud. Karya terbaru dari Dewi Lestari atau lebih sering menggunakan nama pena Dee. Buku ini terbilang masih baru, karena baru bulan September tahun lalu terbit. Rectoverso, judul buku itu.
Aku membaca buku ini bulan Desember, hasil meminjam dari seorang teman. Tapi, sebagaimana biasanya, walaupun selesai membaca dari hasil pinjam setelahnya aku selalu mempunyai keinginan untuk memiliki sendiri. Jadi, hari Senin kemarin (26/01/09) ketika temanku yang sedang main ke Malang mengajak ke Toga Mas dengan senang hati aku iyakan, sekalian saja membeli buku ini.

***

Membaca buku ini cukup mengasyikan. Kita akan diajak menyelami dunia personal seorang Dee, kata Seno Gumira di halaman sampul belakang buku ini. Buku ini berisi 11 kisah dan 11 lagu. Hanya saja, lagunya dijual terpisah dari buku.
Sebelas kisah yang ada di buku ini mempunyai beragam tema. Dari persahabatan, kasih tak sampai, hingga perpisahan. Membacanya, emosi kita seolah sedang dipermainkan oleh sang penulis.
Secara garis besar, kisah-kisah yang dihadirkan dalam novel ini masih berkutat di cerita tentang cinta. Namun, bukan cinta yang biasa. Aku salut sama Dee, karena mampu membuat cerita-ceritanya tidak terkesan murahan atau picisan. Visual-visual yang ada di buku ini juga turut memperkuat cerita yang disajikan. Banyak kesan yang akan ditinggalkan setelah tuntas membaca buku ini.
Pada akhirnya, aku berpendapat biarlah cinta menjadi dirinya sendiri. Biar saja dia mengalir, menemukan jati dirinya sebagaimana adanya. Aku mengamini pendapat pribadi Larasati Silalahi dalam review-nya tentang Rectoverso, seperti ini katanya :
Kalau boleh memberi pendapat pribadi, “Rectoverso” bisa jadi obat untuk orang-orang yang selalu mengklaim dirinya ‘logis’, bahkan dalam urusan yang menyangkut perasaan, seperti cinta. Kadang-kadang, tidak ada gunanya menjadi sok kuat dan tidak memakai hati. Kadang-kadang memang firasat kita harus lebih main daripada logika. Kadang-kadang kita lebih baik mempercayai apa yang tidak bisa dilihat. Kadang-kadang kita memang harus berhenti mencari kalau semata hanya ingin mengerti. Buat apa memakai (hanya) logika kalau tubuh, jiwa, dan roh tidak sinkron?

***

Ibarat menikmati hujan, tentu akan terasa semakin nikmat jika ditemani segelas kopi panas. Sama halnya dengan buku ini, akan lebih terasa kenikmatan jalinan kata-kata bersama musiknya sekaligus, yang digarap dengan sangat matang.
Susunan tracknya disesuaikan dengan urutan ceritanya. Disini, musik tak hanya berfungsi sebagai pendukung belaka. Tapi lebih dari itu. Seperti rectoverso itu sendiri, dua hal yang seolah berbeda tapi sesungguhnya adalah satu, seperti itu pula musiknya.
Penggarapan musik dengan mempergunakan orkestra aku rasa sangat pas. Karena terasa sekali semakin bernyawa. Setiap naik turunnya nada, memberikan efek yang mengaduk emosi.

***

Akhirnya, selamat menikmati buku ini. Rasakan kegemilangan seorang Dee dalam memainkan emosi pembacanya. Dan, bersiaplah mengenang cerita yang mungkin sama persis dengan cerita yang ada.

Read more
By Eko NP Andi | Sunday, February 01, 2009
Posted in: | 14 komentar

Satrio Piningit?

Setiap menjelang Pemilu, bisa dipastikan kata yang satu ini pasti akan muncul. Satrio Piningit. Ada saja isu yang diangkat yang berkaitan dengan satrio piningit itu. Entah itu dari partai politik ataupun dari pengamat (macam-macam pengamat, bahkan sampai dukun). Bisa jadi, masing-masing partai menawarkan calonnya sebagai sang satrio piningit. Motivasinya tak lain adalah mengharapkan simpati dari publik.
Bahkan, baru-baru ini sedang ramai dibicarakan tentang ditangkapnya pemrakarsa aliran satrio piningit. Yang memproklamirkan dirinya adalah Tuhan. Ada-ada saja cara orang mencari teman untuk turut menjadi orang frustasi, karena keadaan yang tak kunjung membaik.
Entah siapa pemicu pertama kata satrio piningit, kemungkinan besar sih kata ini berasal dari waktu yang lampau. Saya juga tidak tahu, ini hanya sekedar kata atau ada cerita dibaliknya. Seperti yang lazim terjadi di Jawa, sebuah mitos selalu ada cerita dibaliknya. Mungkin, satrio piningit bercerita tentang kerinduan sebuah masyarakat akan pemimpin yang adil, dan bijaksana, setelah kehidupan yang selama ini mereka jalani tak kunjung membaik karena pemerintahan seorang raja yang semena-mena. Mungkin seperti itu cerita versi saya, pasti banyak yang tidak sepakat ya?
Jika dikembalikan pada masa yang sekarang, satrio piningit selalu dirindukan kehadirannya oleh masyarakat kita. Namun, sosok satrio piningit yang digembar-gemborkan itu tak pernah kunjung datang hingga hari ini. Sebenarnya apa itu satrio piningit? Benarkah dia ada? Jika ada dimana keberadaannya?
Baiklah, jika anda sekalian memaksa. Saya akan coba untuk menjawab sebisanya. Sebatas apa yang saya ketahui dan harap diingat, hal ini adalah pendapat pribadi. Jika tidak setuju ya ndak apa-apa. Toh, ini kan negara demokrasi, yang katanya setiap individu bebas mengutarakan pendapatnya.
Menurut hemat saya, seperti apa yang juga disampaikan oleh Ki Manteb Sudarsono dalam pagelaran wayang semalam, satrio piningit itu tidak berwujud. Bukan sebuah sosok atau figur, tapi lebih pada sebuah sifat atau karakter. Jadi kalau menganggap satrio piningit itu sosok atau figur, dan sedang menunggu kemunculannya, bersiaplah kecewa. Karena dia itu tidak ada.
Sejatinya, satrio piningit itu berada dalam diri masing-masing dari kita. Seperti arti kata piningit itu sendiri, yang tersembunyi. Jadi tidak usah mencari-cari dimana sosok satrio piningit itu berada. Dia tidak kemana-mana, hanya dia belum beranjak dari dasar hati sanubari. Dia menunggu untuk masing-masing pribadi kita membangunkannya.
Kalau pun satrio piningit itu harus diwujudkan, maka kitalah sosoknya. Bukan siapa-siapa. Karena dia selalu melekat dalam diri kita, hanya saja terkadang kita tak tahu atau tak mau tahu.

Read more