By Eko NP Andi | Saturday, October 25, 2008
Posted in: | 2 komentar

Kita dan Hujan

Entah sudah berapa ribu kali hujan turun. Namun sampai hari ini, aku masih saja terpesona akan hujan. Sebuah hal aneh memang bagi kebanyakan orang, tapi hal itu tak berlaku bagiku. Dalam tiap butir air yang terkandung di dalamnya, di beberapa butir air itu tersimpan cerita, tersimpan kenangan. Dalam bulir air hujan itu kutitipkan kenangan, sebuah kisah yang kulewatkan pada beberapa masa yang telah berlalu. Kisah yang akan kembali kukenang ketika hujan turun lagi, sampai hujan tak lagi turun untuk membasahi bumi.

Butiran air yang turun kali ini, seolah mengembalikan cerita yang pernah terjadi beberapa masa lalu. Sebuah kisah yang kulewatkan dengan seorang wanita yang tak pernah berhenti untuk kukagumi hingga detik ini. Cerita ini terjadi di suatu hari yang sudah tak kuingat lagi kapan tepatnya. Namun beberapa detilnya masih mampu kuingat.

Pada hari itu, ada sebuah janji dengan seorang dosen yang menjadi salah satu narasumber untuk sebuah peliputan. Satu jam sebelum waktu yang dijanjikan, aku bersiap untuk berangkat. Kucari partner yang akan menemani perjalanan yang akan membosankan jika harus kulewatkan sendiri. Akhirnya kudapatkan wanita itu yang memang menjadi partner dalam peliputanku. Setelah memeriksa semua peralatan dan mengonfirmasi janji dengan sang narasumber, kami pun bersiap menuju lokasi perjanjian di sebuah perguruan tinggi tempat para calon guru menuntut ilmu.

Belum satu langkah, rintik-rintik air jatuh dari langit. Pertanda bahwa air yang lebih besar lagi akan menyusul turun. Sejenak keraguan muncul untuk meneruskan langkah kakiku,namun dia memberikan saran untuk meneruskan perjalanan. Tak baik katanya mencederai perjanjian dengan membatalkan janji. Saat itu juga, semangatku muncul lagi. Akhirnya kami berdua melangkah bersama rintik hujan.

Dalam perjalanan, tak akan menyenangkan jika harus melewati hujan ini dalam diam. Percakapan-percakapan terjadi diantara kami, tak jarang kulontarkan sedikit canda menyisip diantara topik pembicaraan. Bersama jejak kaki yang segera terhapus hujan, semakin kunikmati perjalanan ini. Karena kulewatkan hujan bersama seseorang yang istimewa. Karena, bersama wanita yang tubuhnya mulai basah itu kurasakan nikmatnya rintik hujan. Lebih nikmat daripada yang pernah kurasakan sebelumnya. Tak pernah kulewati hujan seindah hari ini sepanjang hidupku. Mungkin inilah salah satu hujan yang terindah yang kulewatkan bersamanya.

Sepertinya hujan memang ingin menjadi bagian dalam kisah kami. Ketika hujan turun, di sebuah halte saat itu kami sedang berteduh menghindari hujan yang lebat. Waktu itu aku sedang menemaninya menunggu angkutan yang akan membawanya pulang. Sebuah hal yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Menemani seorang wanita menunggu angkutan bukan bagian dari kegiatan yang kusukai. Namun kali ini berbeda, dengan latar yang berbeda pula.

Memang hujan waktu itu terdengar seperti kisah yang hanya terjadi dalam cerita. Menunggu hujan reda dan berlindung di bawah halte bersama seorang wanita terasa romantis, seperti kisah yang pernah kutonton di sebuah film. Namun, kali ini kualami cerita yang filmis itu secara nyata. Kulewatkan waktu yang panjang bersamanya di halte itu, sambil sesekali memerhatikan angkutan yang lewat.

Sambil menunggu angkutan, canda tawa dengan segera menyertai percakapan kami. Terlihat sekali dalam pandanganku, bahwa dia menikmati percakapan ini. Hal itu kuartikan secara subyektif sebenarnya, tapi subyektifitasku beralasan. Beberapa kali angkutan berkode yang akan membawanya ke tempat tujuan tak dihiraukan, bahkan ketika kuingatkan pun diacuhkan. Entah topik apa saja yang sudah kami bicarakan, semuanya mengalir bersama derasnya hujan yang kali ini ingin rasanya kuberdoa semoga tak kan segera mereda.

Hujan sepertinya menjadi teman dalam kisahku bersamanya. Bersama hujan dua kali kulewatkan waktu yang berkesan. Bersama bulir air yang turun, tersimpan kisahku bersamanya. Dalam buliran air itulah, sebuah kisah yang filmis pernah kulewati. Kisah yang begitu membekas dalam memori otak dan menyita ruang di hati.

Hujan yang turun hari ini mengungkit kembali kerinduan. Kerinduan akan dirinya, wanita yang pernah menemaniku dan kutemani melewatkan hujan. Hanya kesendirian yang tersisa hari ini. Dalam lamunan, dalam hati yang sendiri ini sebuah pertanyaan menyeruak keluar, ingatkah kau akan hujan yang pernah kita lewati itu?




Read more